INDONESIA

INDONESIA

Rabu, 16 November 2011

DESA BLAWI




Desa                        :  Blawi                                                                    Id. Desa    :
Kecamatan             : Karangbinangun                                                    No. Telp.   :

1.       KEADAAN UMUM DESA
a. Batas Wilayah Desa
Sebelah Utara         : Desa Putat Bangah                 Sebelah Selatan                : Desa Sungai Blawi
Sebeleh Barat         : Desa Ketapang                         Sebelah Timur                  : Desa Baranggayam
b. Luas Wilayah Desa menurut penggunaan :339,6 ha/m2.
1. Pemukiman                                   : 26            ha/m2.            
     - Pejabat Pemerintah                 : N/a         ha/m2.
     - Real-estate                                : N/a        ha/m2.
     - Pemukiman Umum                   : 26           ha/m2.
                2. Pertanian Sawah                         : 297          ha/m2.
                      Sawah irigasi                             : 297          ha/m2.
                    Sawah ½ teknis                           : N/a         ha/m2.
                      Sawah tada hujan                    : N/a         ha/m2.       
                      Sawah pasang surut                : N/a        ha/m2.
                3.  Ladang/Tegalan                        : N/a        ha/m2.
                4.  Perkebunan                               : 377         ha/m2.               
                5.  Padang Rumput/Gembalaan :  15         ha/m2.
                      - Tanaman Ternak                   :       2       ton     
                6.  Hutan                                         :N/a         ha/m2.               
                7.  Untuk Bangunan                      : 1,7
a)   Perkantoran                     : N/a       ha/m2.                                          
b) Sekolah                              : 1,7         ha/m2.                                
c)   Pertokoan                        : 0,4          ha/m2.                  
d) Pasar                                  : N/a       ha/m2.        
e) Jalan                                  : N/a        ha/m2.
                8.   Rekreasi dan Olah Raga       :
                      - Lapangan Sepak Bola         : N/a       ha/m2.
                      - Lapangan Bola volley/basket  : N/a   ha/m2.                    
                9.   Perikanan Darat / Air Tawar      
      - Tambak                                       : N/a   ha/m2.                        - Kolam       : N/a      ha/m2.  
             10.  Rawa/waduk                                  :   297        ha/m2.               
                                
c.   Kesuburan Tanah :
                  Desa Blawi memiliki tingkat kesuburan  tanah :
a)   Sangat subur :  N/a           ha.                          c) tanah sedang                   : N/a            ha.
b)    Tanah subur  :  N/a            ha                          d) tanah kritis/tidak subur : N/a            ha.

d.  Curah Hujan dan tinggi tempat
Desa Blawi mempunyai curah hujan N/a mm dengan ketinggian dari permukaan laut N/a m  dan Topografi atau bentang lahan untuk dataran 297  ha, Perbukitan/Pegunungan : N/a ha dan untuk lahan kritis/ terlantar: N/a  ha         

e.   Orbitasi :
      a. Jarak ke ibu kota Kecamatan                :   Km
               b. Lama tempuh ke ibu kota Kecamatan :  1  mnt
               c. Jarak ke Kabupaten                                 : 13  Km
               d. Lama tempuh ke Kabupaten                 :   5 mnt

2.       SUMBERDAYA ALAM
Desa Blawi memiliki potensi perikanan air tawar/darat komoditi Ikan udang/lobster 592  ton/ha, Ikan Mujair 592 ton/th,  Ikan nila 592 ton/ha,Ikan Bandeng 297 ton/th  dan Pemasarannya dilakukan melalui tengkulak.

Untuk Peternakan ada 6 ekor,kerbau potong 63 ekor peternak kambing,dan ayam ras 763 ekor.

3.       SUMBER DAYA MANUSIA
Desa Blawi memiliki 638 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk Desa Blawi tahun ini 3.551 Jiwa sedangkan untuk tahun lalu sebanyak 3.520  Dengan struktur mata pencarian, Petani sebanyak 1.248 orang, untuk sektor jasa/perdagangan ada 36 orang sedangkan yang bergerak di sektor industri ada 104 orang. Ada sebanyak 13 PNS (Pegawai Negeri sipil) dan 8 warga Desa Blawi yang menjadi guru 3 orang menjadi dokter, 6 orang bidan dan 2 orang mantri kesehatan. Jumlah penduduk usia 15-55 yang belum bekerja sebanyak 346 orang sedangkan  jumlah angkatan kerja usia 15-55 tahun sebanyak 1.903 orang. Jumlah penduduk Usia 7-15 tahun yang masih sekolah sebanyak 520 orang sedangkan yang tidak sekolah sebanyak 3 orang.

Dalam bidang kesejahteraan Penduduk Jumlah keluarga Prasejahtera 148 KK, Keluarga Sejahtera I sebanyak 167 KK, Keluarga sejahtera II 123 KK, keluarga sejahtera III 138 KK dan Keluarga Sejahtera III Plus sebanyak 72 KK.

Penduduk Desa Blawi yang memiliki kendaraan bermotor roda dua sebanyak 331 KK. Pemilik kendaraan roda empat/lebih sebanyak 32 KK, Pemilik perahu bermotor sebanyak 142 orang,  Sedangkan pemilik pesawat TV 487 KK.  Untuk bangunan rumah menurut dinding tembok sebanyak 489 buah, dinding kayu 68 buah .

sejarah LAMONGAN


Sejarah Lamongan Dan Asal Usul Desa Lamongan

Dulu Lamongan merupakan Pintu Gerbang ke Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Panjalu, Kerajaan Jenggala, Kerajaan Singosari atau Kerajaan Mojopahit, berada di Ujung Galuh, Canggu dan kambang Putih (Tuban). Setelah itu tumbuh pelabuhan Sedayu Lawas dan Gujaratan (Gresik), merupakan daerah amat ramai, sebagai penyambung hubungan dengan Kerajaan luar Jawa bahkan luar Negeri.

Zaman Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur, Di Lamongan berkembang Kerajaan kecil Malawapati (kini dusun Melawan desa Kedung Wangi kecamatan Sambeng) dipimpin Raja Agung Angling darma dibantu Patih Sakti Batik Mandarin termasuk kawasan Bojonegoro kuno. Saat ini masih tersimpan dengan baik, Sumping dan Baju Anglingdarma didusun tersebut. Di sebelah barat berdiri Kerajaan Rajekwesi di dekat kota Bojonegoro sekarang.

Pada waktu Kerajaan Majapahit dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350-1389) kawasan kanan kiri Bengawan Solo menjadi daerah Pardikan. Merupakan daerah penyangga ekonomi Mojopahit dan jalan menuju pelabuhan Kambang Putih. Wilayah ini disebut Daerah Swatantra Pamotan dibawah kendali Bhre Pamotan atau Sri Baduga Bhrameswara paman Raja Hayam Wuruk (Petilasan desa Pamotan kecamatan Sambeng), sebelumnya. Di bawah kendali Bhre Wengker (Ponorogo). Daerah swatantra Pamotan meliputi 3 kawasan pemerintahan Akuwu, meliputi Daerah Biluluk (Bluluk) Daerah Tenggulunan (Tenggulun Solokuro), dan daerah Pepadhangan (Padangan Bojonegoro).

Menurut buku Negara Kertagama telah berdiri pusat pengkaderan para cantrik yang mondok di Wonosrama Budha Syiwa bertempat di Balwa (desa Blawi Karangbinangun), di Paciran (Sendang Duwur Paciran), di Klupang (Lopang Kembangbahu) dan di Luwansa (desa Lawak Ngimbang). Desa Babat kecamatan Babat ditengarahi terjadi perang Bubat, sebab saat itu babat salah satu tempat penyeberangan diantar 42 temapt sepanjang aliran bengawan Solo. Berita ini terdapat dalam Prasasti Biluluk yang tersimpan di Musium Gajah Jakarta, berupa lempengan tembaga serta 39 gurit di Lamongan yang tersebar di Pegunungan Kendeng bagian Timur dan beberapa tempat lainnya.

Menjelang keruntuhan Mojopahit tahun 1478 M, Lamongan saat itu dibawah kekuasaaan Keerajaan Sengguruh (Singosari) bergantian dengan Kerajaan Kertosono (Nganjuk) dikenal dengan kawasan Gunung Kendeng Wetan diperintah oleh Demung, bertempat disekitar Candi Budha Syiwa di Mantup. Setelah itu diperintah Rakrian Rangga samapi 1542 M (petilasan di Mushalla KH. M. Mastoer Asnawi kranggan kota Lamongan). Kekuasaan Mojopahit di bawah kendali Ario Jimbun (Ariajaya) anak Prabu Brawijaya V di Glagahwangi yang berganti Demak Bintoro bergelar Sultan Alam Akbar Al Fatah (Raden Patah) 1500–1518 M, lalu diganti anaknya, Adipati Unus 1518-1521 M , Sultan Trenggono 1521–1546 M.

Dalam mengembangkan ambisinya, Sultan Trenggono mengutus Sunan Gunung Jati (Fatahilah) ke wilayah barat untuk menaklukkan Banten, Jayakarta, dan Cirebon. Ke timur langsung dipimpin Sultan sendiri menyerbu Lasem, Tuban dan Surabaya sebelum menyerang Kerajaan Blambangan (Panarukan). Pada saat menaklukkan Surabaya dan sekitarnya, pemerintahan Rakryan Rangga Kali Segunting (Lamong), ditaklukkan sendiri oleh Sultan Trenggono 1541. Namun tahun 1542 terjadi pertempuran hebat antara pasukan Rakkryan Kali Segunting dibantu Kerajaan sengguruh (Singosari) dan Kerajaan Kertosono Nganjuk dibawah pimpinan Ki Ageng Angsa dan Ki Ageng Panuluh, mampu ditaklukkan pasukan Kesultanan Demak dipimpin Raden Abu Amin, Panji Laras, Panji Liris. Pertempuran sengit terjadi didaerah Bandung, Kalibumbung, Tambakboyo dan sekitarnya.

Tahun 1543M, dimulailah Pemerintahan Islam yang direstui Sunan Giri III, oleh Sultan Trenggono ditunjuklah R .Abu Amin untuk memimpin Karanggan Kali Segunting, yang wilayahnya diapit kali Lamong dan kali Solo. Wilayah utara kali Solo menjadi wilayah Tuban, perdikan Drajat, Sidayu, sedang wilayah selatan kali Lamong masih menjadi wilayah Japanan dan Jombang. Tahun 1556 M R.Abu Amin wafat digantikan oleh R .Hadi yang masih paman Sunan Giri III sebagai Rangga Hadi 1556-1569 M Tepat hari Kamis pahing 10 Dzulhijjah 976 H atau bertepatan 26 mei 1569 M, Rangga Hadi dilantik menjadi Tumenggung Lamong bergelar Tumenggung Surajaya (Soerodjojo) hingga tahun 1607.

Waktu mudanya Tumenggung Surajaya bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga, maka ia lalu disebut Ranggahadi. Ranggahadi kemudian juga bernama Mbah Lamong, yaitu sebutan yang diberikan oleh rakyat daerah ini.
Karena Ranggahadi pandai Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan mahir menyebarkan ajaran agama Islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata Mbah Lamong inilah kawasan ini lalu disebut Lamongan.

Adapun yang mewisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama, tidak lain adalah Kanjeng Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen. Wisuda tersebut bertepatan dengan hari pasamuan agung yang diselenggarakan di Puri Kasunanan Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para pembesar yang sudah masuk agama Islam dan para Sentana Agung Kasunanan Giri. Pelaksanaan Pasamuan Agung tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

Berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang kebanyakan mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari buku wasiat. Silsilah Kanjeng Sunan Giri yang ditulis tangan dalam huruf Jawa Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa diwisudanya Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang hanya tahunnya saja, sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan.

Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari dan bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang bersangkutan dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat di waktu itu, akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau tradisi kuno yang berlaku di zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu, selalu melaksanakan pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para Adipati, Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam. Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul Adha.

Berdasarkan adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan wisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan dalam pasamuan agung Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976 Hijriyah. Selanjutnya Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan jalannya tarikh masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah jatuh pada tanggal 16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976 H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M.

Dengan demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai akhirnya menjadi wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung di jaman ke Islaman dengan Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang bertindak meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi pemerintahan yang kurang mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa prihatin dengan adanya ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu orang Portugis yang ingin menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa.

Siapakah sebenarnya Tumenggung Surajaya itu ? didepan sudah diungkapkan nama kecil Tumenggung Surajaya adalah Hadi yang berasal dari dusun Cancing yang sekarang termasuk wilayah Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Sejak masih muda Hadi sudah nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi seorang santri yang dikasihi oleh Kanjeng Sunan Giri karena sifatnya yang baik, pemuda yang terampil, cakap dan cepat menguasai ajaran agama Islam serta seluk beluk pemerintahan. Disebabkan pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk Hadi untuk melaksanakan perintah menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur pemerintahan dan kehidupan Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat Kasunanan Giri yang bernama Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut Sunan Giri memberikan Pangkat Rangga kepada Hadi. Ranggahadi dimakamkan di Kelurahan Tumenggungan kecamatan Lamongan yang dikenal dengan Makam Mbah Lamong. Tanggal tersebut dipakai sebagai Hari Jadi Lamongan.

Ringkasnya sejarah, Rangga Hadi dengan segenap pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali Lamong, akhirnya dapat menemukan tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapun kawasan yang disebut Kenduruan tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap bernama Kenduruan, berstatus Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan Lamongan.

Di daerah baru tersebut ternyata semua usaha dan rencana Rangga Hadi dapat berjalan dengan mudah dan lancar, terutama di dalam usaha menyebarkan Agama Islam,mengatur pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Pesantren untuk menyebar Agama Islam peninggalan Rangga Hadi sampai sekarang masih ada.

Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, daerah Lamongan menjadi daerah garis depan melawan tentara pendudukan Belanda, perencanaan serangan 10 Nopember Surabaya juga dilakukan Bung Tomo dengan mengunjungi dulu Kyai Lamongan dengan pekikan khas pembakar semangat Allahu Akbar. Lamongan yang dulunya daerah miskin dan langganan banjir, berangsur-angsur bangkit menjadi daerah makmur dan menjadi rujukan daerah lain dalam pengentasan banjir. Dulu ada pameo “Wong Lamongan nek rendeng gak iso ndodok, nek ketigo gak iso cewok“ tapi kini diatasi dengan semboyan dari Sunan Drajat, Derajate para Sunan dan Kyai “Memayu Raharjaning Praja“ yang benar–benar dilakukan dengan perubahan mendasar, dalam memsejahterahkan rakyatnya masih memegang budaya kebersamaan saling membantu sesuai pesan kanjeng Sunan Drajat “Menehono mangan marang wong kangluwe, menehono paying marang wong kang kudanan, menehono teken marang wong kang wutho, menehono busaono marang wong kang wudho“.

Dulu ada sebuah tradisi yang bernama "Panji Laras Liris". Panji Laras Liris masih di ugemi sebagian warga Soto. Yakni, calon pengantin perempuan harus meminang (melamar) calon pengantin laki-laki. Tradisi ini masih berhubungan dengan sejarah salah satu leluhur Kab. Lamongan yang bernama Mbah Sabilan. Dalam riwayat panji laras liris diungkapakan, pada sekitar tahun 1640-1665 Kab. Lamongan dipimpin Bupati ketiga. Yakni, Raden Panji Puspa kusuma dengan gelar Kanjeng Gusti Adipati. Bupati itu mempunyai dua putra yaitu Panji Laras dan Panji Liris, sehingga mengakibatkan dua putri dari Adipati Wirasaba (wilayahnya sekitar kertosono nganjuk) yakni Dewi Andanwangi dan Dewi Andansari jatuh hati.

Karena Adipati Wirasaba didesak oleh ke dua putrinya akhirnya beliau menuruti keinginan putrinya untuk melamar panji laras dan panji liris di Lamongan, yang pada saat itu wirasaba belum memeluk agama Islam, sedangkan di Lamongan Islam sudah sangat melekat.

Untuk menyikapi hal itu panji laras dan liris meminta hadiah berupa dua genuk dan dua tikar yang terbuat dari batu, sebab genuk mangandung isyarat tempat untuk mengambil air wudhu sedangkan tikar untuk sholat yang mempunyai tujuan agar Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi mau masuk islam.

Kemudian Adipati wirasaba memenuhi permintaan itu, dan ke dua putrinya membawa langsung benda-benda tersebut dengan naik perahu yang dikawal oleh prajurit. Kedatangan ke dua putri tersebut di sambut langsung oleh panji laras liris di pinggir kali lamongan.

Ketika akan turun dari perahu, kain panjang Dewi Andansari dan Dewi Andawangi terbuka dan kelihatan betisnya. Melihat betis ke dua putri tersebut panji laras maupun panji liris tercengang ketakutan karena melihat betis ke dua putri itu berbulu lebat.

Hal itu merupakan suatu penghinaan bagi prajurit Wirasaba. Kemudian mereka mengejar panji laras dan panji liris demikian pula prajurit dari lamongan juga harus melindungi kedua pemuda tersebut yang akhirnya terjadi perang Babad. Dalam perang tersebut panji laras dan panji liris tewas, termasuk Pati Mbah Sabilan.

Jenazah Mbah Sabilan dimakamkan di kelurahan Tumenggungan, Lamongan, sedangkan jenazah panji laras dan panji Liris tidak ditemukan yang saat ini nama panji Laras, panji Liris, Dewi Andansari serta Dewi Andanwangi menjadi nama jalan di kota lamongan. Jalan tersebut diberi nama jalan Laras-Liris dan jalan Andanwangi serta jalan Andansari.

Mbah Sabilan maupun panji laras dan panji liris dinilai meninggal dunia ketika sedang berjuang untuk syiar Islam.

Kabupaten Lamongan yang kini dikomandani H.Masfuk sebagai Bupati periode ke-2 dan H. Tsalis Fahmi sebagai wakil Bupati melejit bagaikan Sulapan, dengan terobosannya yang menjadi perbincangan Nasional. Yang menonjol selama ini menjadi Ikon Wisata Bahari Lamongan (Lamongan Ocean Tourism Ressort), Lamongan Integrated Sharebased, Proyek Pelabuhan Rakyat, dan Proyek Lapangan Terbang dan Eksplorasi minyak Balong Wangi Sarirejo, memungkinkan datangnya investasi baik dari dalam negeri maupun investor luar negeri. Dengan tangan dinginnya PKL ditata rapi, Kelancaran jalan desa dan pengairan ditata sedemikian rupa, termasuk memberikan Bea siswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi yang ekonominya kurang beruntung, dan nantinya jika telah menyelesaikan studynya bisa kembali dan menyumbangkan pikiran dan kemampuannya demi kemajuan Lamongan. Kegiatan HJL kali ini juga dumeriahkan oleh Dewan Kesenian Lamongan (DKL) parade Teater dan Pameran Senirupa kerja sama dengan STKW Surabaya di gedung Handayani tanggal 26 mei dilanjutkan Sarasehan seni rupa oleh Agus Koecing Surabaya, mengusung Peran dan perkembangan seni rupa jawa timur dan Management berkesenian